Tahukah Anda pada masa perjuangan meraih kemerdekaan banyak karya sastra yang lahir dari para sastrawan-sastrawan yang mahsyur hingga saat ini. Karya-karyanya yang cemerlang hingga menjadi sebuah katarasis di masanya masih mahsyur hingga saat ini. Mungkin banyak dari kita yang sudah tidak asing lagi dengan puisi Aku milik Chairil Anwar, novel Atheis dari Achdiat K. Mihardja, drama Keluarga Surono gubahan Idrus? Masih dalam suasana kemerdekaan Indonesia, yuk mengenal beberapa sastrawan Angkatan 45 yang identik dengan angkatan perjuangan.
Chairil Anwar
Bicara tentang Angkatan 45 tentunya akan sangat lekat dengan nama Chairil Anwar. Yap betul banget, Chairil Anwar menjadi ikon sekaligus pelopor Angkatan 45. Hal ini tentunya karena karya-karyanya yang berani hingga mampu menggema di seantero Nusantara. Banyak karya-karyanya yang bahkan masih eksis hingga saat ini. Chairil Anwar adalah putra Sumatera Timur. Ia lahir di Medan pada 22 Juli tahun 1922. Chairil merupakan anak dari seorang bupati di Indragiri Riau. Tidah heran jika ia bisa mengenyam pendidikan di HIS (Hollandsch-Inlandsche School) atau sekolah Belanda yang diperuntukan untuk bumiputera. Chairil Anwar mulai aktif berkarya dengan menulis yang berhasil dimuat majalah pada tahun 1942. Saat itu usianya baru saja menginjak 19 tahun. Seiring berjalannya waktu ia berhasil melahirkan banyak karya lain seperti puisi-puisi yang hingga kini melekat dengan dirinya. Sebut saja seperti Aku, Krawang Bekasi, Deru Campur Debu, dan banyak puisi lainnya. Sayangnya, kegemilangan karyanya ini tidak sejalan dengan hidupnya. Chairil Anwar wafat pada usia muda ketika ia baru berumur 27 tahun.
Idrus
Sastrawan Angkatan 45 lainnya adalah Abdullah Idrus atau yang mashyur dikenal dengan Idrus. Idrus lahir di Sumatera Barat pada 21 September 1921. Ia sangat tertarik dengan dunia sastra sejak duduk di bangku sekolah menengah. Ketertarikannya dengan sastra membawanya aktif melahirkan banyak karya seperti cerpen. Cerpen seperti Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma populer di kalangan Masyarakat. Tidak hanya cerpen, Idrus juga berhasil menelurkan beberapa karya sastra lainnya dalam bentuk lain seperri novel maupun drama. Kesenangannya terhadapa sastra membawanya bertemu dengan satrawan-sastrawan idolanya ketika ia bekerja di Balai Pustaka. Akan tetapi, gejolak permusuhan yang terjadi antara penulis-penulis dengan LEKRA di saat itu memaksa Idrus untuk hijrah ke Malaysia.
Rivai Apin
Sastrawan Angkatan 45 selanjutnya adalah kawan Chairil Anwar yang berhasil menghasilkan karya bersama. Rivai Apin lahir di Padangpanjang pada 30 Agustus 1927. Ia adalah seorang penyair yang banyak bersajak dalam puisi-puisinya, salah satunya yang populer adalah puisi Tiga Menguak Takdir yang dituliskan bersama Chairil Anwar dan Asrul Sani. Rivai pernah mengeyam pendidikan di Ilmu Hukum saat di Jakarta. Ia juga pernah menjadi redaktur majalah kebudayaan seperti Gema Suasana, Nusantara, dan Zaman. Seluruh puisi-puisi yang dihasilkan Rivai berhasil dibukukan dalam Dari Dua Dunia yang Belum Sudah.
Sastrawan-sastrawan di atas hanyalah segelintir saja dari banyaknya sastrawan besar yang lahir di masa-masa perjuangan. Di Tengah keadaan yang serba mendesak dan oenuh dengan ketegangan mereka berusaha menjadikan lara menjadi sebuah karya.
Lihat Buku
Lihat Buku
Lihat Buku
Lihat Buku